Ketika Cinta Berpolitik


Di tengah riukan mahasiswa menentang kebijakan pemerintah. Di tengah-tengah kebisingan kendaraan yang lalu-lalang. Di antara gempalan asap ban. Debu menari-nari kesana-kemari. Debu itu seakan ikut merasakan kebahagiaan dua insan yang sedang memadu kasih. Walau bagi pengguna jalan, debu dan asap itu sangat mengganggu. Namun dua hati itu seakan tidak merasakan kehadairan debu-debu itu.

Di bawah pohon nan rindang. Adim tengan berada dalam hayalan di tengan lautan luas nan indah. Siang itu, Adim merasakan kebahagiaan yang sudah lama ia nantikan. Kini terjawab sudah. Cinta yang telah enam bulan tertunda. Saat ini, Adim tengan berada di sisi orang yang sangat ia sayangi, Nur. Debu tak menjadi penghalang. Riukan demonstran tak berarti baginya. Yang ada dalam hatinya hanyalah kehangatan dan ketenangan jiwa. Bagi Adim, keberadaan Nur di sisinya adalah ketenangan yang tiada tara.

Adim adalah orang yang aktif menyuarakan aspirasi masyarakat dan mahasiswa. Ia seorang demonstran ulung. Namun siang itu, ia bertekad meninggalkan itu demi Nur. Ia ingin bertemu dengannya untuk mendenganr jawaban yang sudah lama ditunggu.

Walau selama ini Nur tidak suka orang yang selalu teriak di jalan. Salah satu faktor samapai Adim harus menunggu jawaban satu semester. Enam bulan. Juga karena itu. Karena Adim adalah seorang parlemen jalanan. Namun entah malaikat apa yang sedang merasuki jiwa Nur. Sehingga Nur berbaik hati menerimanya.

Nur dengan jilbabnya yang panjang sampai ke dada. Melirik sedikit ragu kepada Adim. Wajahnya Yang Putih Bersih. Kini memerah oleh sengatan mentari. Adim terlihat senyum pertanda bahagia dan terima kasihnya. Dengan bibir Nur yang merah alami tanpa lipstik itu. Suaranya yang khas penuh kelembutan lalu beucap.

Kenapa kamu tidak ikut aksi sekarang? Baru kali ini saya melihat aksi kali ini tidak dihadiri seorang orator jalanan”, tanya Nur dengan nada menyinggung.

Adim pun merasa bahwa yang disinggung adalah dirinya. “Kali ini saya tidak ikut karena kamu”, jawabnya.

Karena aku??”.

Iya… karena kamu. Kenapa?”.

Kamu kurang komitmen. Kok gara-gara seorang perempuan kamu rela meninggalkan sesuatu yang lebih urgen. Kepentingan pribadimu lebih kau dahulukan dibanding kepentingan umum. Kepentingan masyarakat”.

Iya, saya ngerti. Tapi aksi itu bukan aksi itu, buka aksi yang menyuarakan aspirasi masyarakat. Tapi itu aksi solidaritas. Mereka menuntut kasus pelecehan seksual oleh oknum TNI. Saya rasa tanpa aksipun pemerintah akan menindak tegas oknum tersebut”.

Tapi bukankah itu hal yang penting. Karena itu masalah moral. Mahasiswa kan dikenal sebagai moral force”.

Setelah lama berdebat. Lalu mereka pun berpisah. Namun perdebatan itu berakhir dengan senyum kebahagiaan. Perdebatan yang diwarnai dengan suasana cinta penuh kasih.

Nur memang senang berdebat. Ia sering menjadi ketua di banyak organisasi. Dia juga punya massa pendukung sekiranya ada hasrat ikut berkomptisis dalam pesta demokrasi mahasiswa nanti.

* * *

Enam bulan berlalu sudah. Kini hubungan Adim dan Nur makin akrab. Mereka saling mencintai tidak seperti orang kebanyakan. Mereka tidak suka ke pantai berdua. Kalau mereka bertemu, yang menjadi pokok pembicaraan buka masalah perasaan. Apa lagi kata-kata mesra. Rayuan gombal yang mengundang gejolak nafsu. Mereka hanya memanfaatkan diskusi dengan masalah kehidupan, keilmuan dan masalah intelektualitas. Walau sesekali juga berbicara masa depan mereka kelak.

Bulan ini, pesta demokrasi akan segera digelar. Pemilma di kampus mereka telah dekat. Adim diusung teman-temannya. Ia dicalonkan menjadi kandidat presiden mahassiswa. BEM-U.

Adim mengingat, Nur punya massa pendukung. Namun Nur dan Adim memiliki latar belakang organisasi berbeda. Organisasi mereka selalu bersebrangan. Tak pernah bersatu. Organisasi ekstra mereka tak pernah ingin bekerja sama. Mereka berbeda ideologi. Nur yang menjadi ketua di organisasinya tak mampu berbuat banyak. Teman-teman Nur harus mengusung kandidat juga. Mereka tidak mau kalah dengan kelompok Adim. Walau teman Nur tau kalau Adim kekasih Nur.

Dua pembesar dari organisasi itu terikat dengan tali cinta yang telah lama mengikat. Adim berusaha untuk merebut massa dari Nur dengan senjata cintanya. Lalu Adim pun menemui nur di kostnya. Ia minta Nur agar dibantu untuk pemenangannya. Lewat organisasi yang Nur geluti. Walau Adim tau kalau Nur tak bisa terang-terangan. Karena bisa memicu konflik besar yang berujung pada ancaman nyawa.

Nur berkata akan berusaha semaksimal mungkin. Ia meyakinkan akan kemenangan berada di pihat Adim. Namun Nur berpesan.

Saya tidak ingin hubungan ini hancur berantakan karena perbedaan organisasi. Ideologi organisasi sedikit berbeda. Pada hakekatnya tujuan kita sama. Menuju kejayaan ummat”.

Pemilma pun digelar. Dengan kecerdikan dan kecerdasan Nur, ia mampu merebut suara sekitar tiga puluh persen dari organisasi yang menjadi rival Adim. Ia berhasil menyulap teman-temannya menjadi senang pada Adim. Nur mampu menyumbang suara sekitar lima puluh persen dari banyak organisasinya. Akhirnya adim memenangkan pertarungan itu.

Adim berhasil mengalahkan rivalnya. Mampu merebut kursi kepresidenan. Dengan kekuatan cinta dan strategi yang mengakar mampu menumbang pohon yang berdiri tegak dan kokoh.

Usai Pemilma, Adim menemui Nur di kostnya. Ia membawa kado sebagai tanda terima kasihnya.

Satu tahun kemudian, mereka melanjutkan hubungannya sampai pada tahap pernikahan. Walau mereka masih kuliah dan masih menjabat sebagai ketua BEM-U. mereka hidup tentram dalam rumah yang sejuk dan sederhana. Dihiasi suasana cinta yang tulus dan murni. Penuh damai dan bahagia.(***)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati