Malam Transaksi Pacar

“Sayang ada telponta, dari itutu…” Bunyi dering ponsel Ahmad membuat orang di sekitarnya kaget. Saat itu dia sementara kuliah. Untunglah dosen baik hati. Tidak galak lagi. Beda dengan waktu sebelumnya, bunyi sedikit marah.

Dilihatnya layar ponselnya, tertulis nama Maryam, pacarnya, yang sedang memanggil. Segera Ahmad menjawab panggilan itu. Diangkatnya. Lalu keluar dari ruang kuliahnya.

“Hallo,Assalamu Alaikum…”

Di seberang sana terdengar jawaban salamnya. Yang menelpon suara laki-laki. Tidak biasanya Maryam meminjamkan Ponselnya pada laki-laki lain. Ahmad merasa curiga. Kecurigaan itu bertambah tatkala suara itu menyebutkan namanya. Ternyata yang menelpon adalah Ical. Laki-laki pengagum Maryam sejak SMA. Ical sudah lama memendam hati. Namun dia masih sungkam mengungkapkannya. Karena dia tidak mau menghianati temannya sendiri, Ahmad.

Itu dulu. Tapi Sekarang Ical sudah tak sanggup lagi memendam cintanya. Apalagi kini Maryam sudah dekat dengan Ical. Mereka berdekatan. Ical tinggal dekat Kampus Maryam. Jadi mereka sering bertemu.

Sebenarnya Ical sudah lama terus terang pada Ahmad. Ahmad juga tak pernah menghalanginya untuk mendapatkan cintanya Maryam. Namun Maryam sendiri yang memang tak mencintai Ical.

Sekarangpun belum jelas bagi Ahmad, apakah betul Maryam beralih hati pada Ical. Tapi kayaknya memang iya. Setelah Ical menelpon tadi, yang katanya ingin ketemuan secepatnya di kost salah seorang temannya. Itu menjadi pertanda bagi Ahmad. Tapi itu belum jelas.

Jarum Jam sudah beralih. Kini sudah menunjuk angka tiga. Itu artinya pelajaran usai sudah. Ahmad segera keluar dai ruangannya. Berangkat cepat ke tempat yang dijanjikan bertemu Ical. Ahmad mengira Maryam juga ada di sana. Tapi salah prediksi. Sesampai di sana, banyak teman-teman Ahmad. Dia bertemu Ical. Bertanya apa maksud Ical memanggilnya kemari. Namun itu tak dijawab dengan benar. Hanya dijawab Cuma rindu. Hampir tak ada obrolan yang bermanfaat.

“Apa ya kira-kira yang hendak diomongin Ical kepadaku… apa mungkin tentang Maryam!??”, kata Ahmad dalam hati, penasaran.

Dalam tengah penasaran Ahmad. Ical tiba-tiba memanggil ingin berangkat. Ahmad dan Dani segera memenuhi panggila Ical. Merekasegera pamit berangkat. Mereka berboncengan tiga menuju kost Ahmad. Di sana mereka masak, lalu makan bersama.

Nasi mulai nanak. Ponsel Ahmad berbunyi lagi. Dilihatnya yang menelpon adalah Ida, teman kampusnya Maryam. Di balik ponsel menyahut.

“Hallo… dengan Kak Ahmad?”.

Ahmad mengaktifkan loudspeaker ponselnya. Lalu menjawab.

“Iya… Aku. Kenapa? Ini dengan siapa ya?”.

“Aku kak… Maryam. Sudah lupa ya sama aku”.

“Tidak sayang… Tak mungkin aku lupa. Habis suaramu aja yang tambah merdu. Sampai-sampai aku tak mengenali lagi suaramu”, jawab Ahmad dengan nada gombal.

“Ah kakak bisa aja… kakak sih tak pernah nelpon aku lagi”.

“Kenapa..? kamu rindu ya sama aku? Ayo ngaku…”

“Sebenarnya sih iya kak. Habis cuma sekali sebulan nelponnya. Ketemu juga tidak”.

Mata da raut muka Ical mulai berubah saat mendengar suara Maryam di telpon. Yang mesra dengan Ahmad.

Tiba-tiba Ahmad mengalihkan pembicaraan.

“Kamu bisa ke rumah tidak? Soalnya bayak teman-teman kita di sini. Teman SMA…”.

“Betul..?? Siapa-siapa?”.

Ada Dani… Ical juga ada. Pengagummu dulu sampai sekarang”, tutur Ahmad sambil ketawa kecil.

Karena Maryam merasa diejek, dia langsung mematikan ponselnya. Dihubunginya kembali sudah tidak aktif. Dia mungkin benar-benar tersinggung. Karena seminggu terakhir Maryam dengan Ical sudah jadian. Maryam menerima cintanya Ical walau dia hanya terpaksa. Takut karena diancam. Juga karena pertimbangan Ahmad tidak lagi memperhatikannya.

Mereka menikmati masakan bertiga. Usai makan, Dani mengajak Ical dan Ahmad jalan-jalan ke sekolah waktu SMA-nya dulu.

Langit mulai mendung. Awan-awan sudah mengepul dengan genitnya. Butiran hujan sudah mulai turun satu persatu. Sesampai mereka ke sekolah, air pun tumpah dari langit. Dani dan Ahmad pergi berteduh di rumah gurunya. Sedangkan Ical ditinggal di sudut sekolah. Dia dipanggil ikut. Tapi tak mau.

Di belakang Dani dan Ahmad, Ical menelpon Maryam. Ical bilang kalau dia mau dikeroyok oleh Dani dan Ahmad. Dengan keadaan hujan. Maryam bersama adik laki-lakinya menuju ke sekolah. Sesampai Maryam ke sekolah, Dani dan Ahmad pun baru keluar dari rumah pak guru. Mereka menuju ke tempat di mana Ical berada.

Ahmad kaget mengapa ada adik laki-lakinya Maryam. Ahmad dan Dani hanya memandang ke arahnya. Lalu Ical mengajak Ahmad dan Dani pulang. Sembari dia naik ke motor adik Maryam. Ahmad dan Dani pun ikut menancap motornya.

Di gerbang sekolah, Maryam menunggu. Lalu Ahmad dengan santainya menegur Maryam.

“Kenapa kamu juga ada di sini?”.

Maryam dengan wajah geram memandang tanpa ada jawaban. Lalu mereka menuju ke rumah Maryam. Maryam dan Ical beserta adiknya dalam satu motor. Sedangkan Ahmad dan Dani berboncengan. Ahmad dan Dani tidak langsung singgah di rumah Maryam.

Hujan masih membasahi tubuh. Sementara motor mereka masih melaju. Angin bertiup dengan dinginnya. Membuat mereka menggigil kedinginan.

Magrib telah usai. Kumandang adzan sudah redup. Hujan pun mulai terkikis. Seakan merestui Ahmad dan Dani berangkat ke rumah Maryam. Lalu merekapun menancap gas motornya.

Di rumah Maryam, Ical terlihat rapi dengan gayanya yang khas. Dari jauh sudah terlihat Ahmad dan Dani sudah tiba. Mereka pun bersalaman. Di rumah Maryam terlihat sangat ramai. Banyak anak mudah yang main kartu. Tapi sedikit yang di kenal. Itupun belum akrab.

Ahmad dengan gayanya yang santai, dia langsung memanggil Maryam. Lalu minta izin pada Ical selaku pacar baru Maryam.

“Ical… aku bicara dulu dengan Maryam. Oke kawan?”.

“Oke… silahkan. Tidak apa-apa kok”, jawab Ical dengan wajah yang terlihat lain.

Ahmad dan Maryam terlihat asyik dan di selingi camda tawa. Sementara Ical dengan gelisahnya mondar-mandir di teras rumah. Sesekali Ical menelpon. Entah apa yang dia telpon.

Di ruang tamu Ahmad bersama Maryam bernostalgia dengan masa lalunya. Mengenang masa pacarannya. Walau juga sekarang masih status pacaran. Namun tidak jelas. Karena Maryam sudah menerima Ical seminggu yang lalu.

“Mar… sebenarnya aku ke sini ingin memperjelas hubungan kita. Karena aku dengar kamu sudah jadian dengan Ical. Aku mau tau siapa yang kamu pilih”.

“Sebenarnya aku masih sangat cinta sama kamu kak. Tapi sikap kakak yang tidak memperhatikan aku sehingga aku mengira kakak udah tak cinta lagi sama aku. Kalau aku disuruh memilih… tak ada yang aku pilih”.

“Kenapa..??”.

“Andai kakak mau berjanji akan lebih memperhatikanku lagi. Maka aku lebih memilih kakak di banding dia”.

“Maaf dek… aku tak mampu terlalu perhatian sama kamu. Aku bukan tipe orang yang terlalu perhatian. Kamu minta aku seperti Ical, yang perhatian sekali sama kamu. Aku tak bisa. Karena masih banyak yang ingin aku kerjakan selain ingn bertemu kamu…kutak bisa membagi waktu dengan baik”.

“Sebenarnya aku masih sangat mencintaimu. Tapi aku melihat Ical yang baru seminggu jadian. Aku tak sanggup memutuskan hubunganku dengannya. Nanti dia menganggap aku menjadikan dirinya sebagai pelampiasan saja. Kan tidak baik…”.

Hampir dua jam mereka berdua. Bercerita. Mencari jalan keluar. Sementara Ical terlihat sangat gelisah melihat pemandangan yang sedang terjadi. Bahkan Ical sudah menelpon teman-temannya untuk menghadang Ahmad dan Dani, kalau keputusan malam itu mengecewakannya.

Akhirnya Ahmad dan Maryam sepakat untuk pura-pura putus dan mengalah untuk Ical. Ahmad tau apa yang terbaik. Karena Maryam malamitu belum mau hubungannya berakhir dengan Ahmad, cinta pertamanya. Sedangkan Maryam juga tak sanggup memutuskan Ical. Dia takut terjadi apa-apa.

Ahmad sudah ingin pamit. Malam sudah terlampau larut. Dia memanggil Ical dan mengatakan padanya apa yang menjadi keputusannya. Lakasana transaksi jual beli. Tapi kali ini seorang perempuan yang jadi barangnya. Tanpa sadar Maryam dirinya hampir diperlakukan barang tak bernyawa.

Sudah lama Ical meminta Maryam untuk dijadikannya pacar. Tapi Ahmad hanya bilang ambil saja kalau dia mau sama kamu. Karena merasa tertantang, Akhirnya Ical bersungguh-sungguh. Akhirnya dia mendapatkannya. Walau sebenarnya Maryam tak mencintainya. Cinta Maryam hanya pada Ahmad, Cinta pertamanya. Dia mau karena terpaksa. Dipaksa dan diancam oleh Ical.

“Ical… malam ini aku titipkan Maryam sama kamu. Aku berharap kamu menjagnya. Mencintai dan menyanginya sepenuh hati. Jangan kamu mengotori cinta yang suci itu. Karena Maryam tidak mampu memilih siapa yang terbaik. Jadi aku memutuskan agar Maryam memilih kamu. Aku mengalah”.

“Baiklah kalau begitu aku berterima kasih sama kamu.karena rela melepaskannya demi aku. Aku juga mungkin perlu belajar banyak tentang hidup sama kamu. Kamu mengajariku banyak hal tentang hidup ini. Terima kasih kawan”. Tutur Ical agakmemuji. Walau dalam hatinya dendam dan merasa tidak enak.

“Kalau begitu aku permisi dulu. Ayo semuanya. Aku pulang dulu ya..”.

Seminggu sudah Ahmad dan Maryam memutuskan untuk pura-pura putus. Ahmad melihat Maryam menikmati hari-hari itu. Ahmad akhirnya memutuskan untuk mengirimkan sepucuk surat untuk Maryam. Surat itu berisi kata maaf dan terimakasih. Serta kata putus hubungan Ahmad dengan Maryam.

Maryam membaca surat itu. Kaget dan sedih. Dia tak menyangka segitu cepat itu datang. Dia belum siap. Butiran air mulai menggulung dari pelupuk matanya. Menyesal karena dia merasa tlah menghianati kata hatinya. Dia salah pilih. Lalu dia teringat kata-kata Ahmad. “Setiap pilihan pasti ada konsekwensinya”(***)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati