Idul Adha, Qurban Perasaan

Darah qurban masih mengalir. Daging-daging masih segar. Ditambah dengan suasana silaturrahim yang amat ramai. Aktivitas jabat tangan menjadi ciri khasnya. Keramahan mewarnainya. Sore itu, aku terpaksa bergegas cepat kembali ke kota. Sebab tidak ada libur selain hari raya itu.. aku bergegas. Pamit pada kedua orang tuaku. Sanak keluarga. Aku melaju ke kota. Hiruk pikuk hari raya menghiasi suasana perjalananku.

Esok harinya aku berangkat ke sekolah. Jabat tangan dan saling memaafkan setiap bertemu dengan siapapun. Termasuk Ina, siswa baru yang selalu lirikannya menembus tirai hatiku yang terdalam. Membuka pintu hatiku yang kukunci dengan rapat. Dia sudah lama kuperhatikan. Tatapannya mengandung beribu makna. Setiap kudekati, dia hanya mampu tersenyum sipuh tertunduk malu. Entah apa yang membuat dia seperti itu.dalam hati kecilku berkata. Itulah mungkin bahasa cinta. Simbol kasih sayang. Ada cinta di matanya.

"Ina kamu kesini dulu ! saya mau minta maaf sama kamu", aku memanggilnya dengan nada lembut.

"Kenapa kak… tidak ada dosa kok di antara kita", suaranya lembut sambil menunduk.

"Iya tapi siapa yang tau ada dosa yang tidak di sengaja", kataku sambil meraih tangannya.

Saat kumenyentuhnya, ada getaraan dari situ. Ada tegangan tinggi yang bersumber dari kulitnya yang lembut itu. Aku mulai perbincangan dengannya. Dia masih tertunduk malu. Aku berusaha tuk menstabilkan suasana. Aku ingin suasana menjadi lebih santai dan bersahabat.

Aku tak mau menderita karena disiksa bau cinta yang membusuk. Kutakut cinta itu meledak menjadi monster yang menakutkan. Atau membusuk dalam hati yang kukenal bersih dari kotoran hawa nafsu. Aku ingin membahagiakannya. Karena kutau dia juga udah lama memendam rasa cintanya padaku. Itu kutau dari sahabat karibnya. Dia sering menceritakanku diam-diam. Mungkin inilah saatnya kuungkapkan. Aku juga merasakan hal yang sama. Aku juga sadar tidak mungkin dia mengungkap duluan. Kalaupun iya, itu merusak citranya.

Namun disisi lain, kuteringat pada seseorang yang sudah lama mengisi hatiku. Tali kasih sayang sudah mengikat erat. Aku juga takut niatku tuk membahagiakannya malah berubah menderitakannya. Ah… tapi biarlah… aku dengan kasihku berjauhan sekolah. Dia di kota lain.dia tidak mungkin tau kalau aku menjalin hubungan cinta dengan orang lain. Aku ingin membahagiakan keduanya.

Kalaupun nanti mereka tau. Paling nanti beberapa bulan. Bahkan tahun.itu artinya nanti cinta mereka down sehingga hatinya tidak terlalu sakit. Ini semua kulakukan bukan karena aku play boy. Tapi semata-mata untuk membahagiakan keduanya. Kutak ingin cinta mereka terpendam. Bertepuk sebelah tangan. Itu sebabnya, setiap orang yang menaruh hati padaku aku selalu meresponnya.

* * *

Setelah beberapa jam bercengkrama. Bercanda berdua. Aku sambil berfikir mempertimbangkan hal-hal terburuk. Akhirnya aku mengungkapkan perasaanku sama Ina. Walaupun bibir ini sangat sulit mengatakan itu.

Saat itu, Ina terdiam beberapa menit. Memandangku dan menatapku begitu tajam. Seakan menembusrelung hatiku yang amat dalam. Mengguncangkannya. Seakan terjadi gempa dalam benua hatiku. Entah apa yang dia rasakan.

Ina kembali menunduk beberapa saat. Sambil memainkan jari jemarinya. Sesekali ia memandangku. Dia menghela nafas panjang. Dia menjawab dengan kalimat yang tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Dia mengungkapkan sesuatu yang tak pernah kuharapkan.

Dia menatapku sambil memegang tanganku terlalu erat. "Kak… apa ucapan kakak tadi itu benar ?? mengapa bukan dari dulu !!?", teriak Ina dengan suara lantang. Air matanya mengalir. Dia menangis terseduh-seduh.

"I…iya benar… emangnya kenapa?", kataku penuh tanya dan penasaran. Aku terbata-bata menjawabnya.

"Kak… aku sudah jadi milik orang lain. Baru kemarin aku menerimanya. Aku sudah lama menunggu kakak. Namun itu kuanggap hanya mimpi…", kata Ina sambil meneteskan air matanya.

Aku menghela nafas panjang. Menatapnya pasrah. "Aku mohon maaf… tapi tapi mungkin ini merupakan kenyataan hidup yang musti dijalani….", kataku pasrah.

Di sudut sekolah. Aku mengatakan padanya, kuhanya ingin cinta yang kurasakan tidak terpendam dalam hati dan akhirnya membusuk. Kutak mau cinta itu berubah menjadi virus stres dalam pikiranku. Kalau kamu tak dapat menerimanya. Cukuplah cinta ini kita rasakan. Tak perlu ada tali yang mengikatnya. Biarlah dia mengembara.(***)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati