Langit tampak cerah. Udara panas mulai nampak terasa. Sengatan panasnya matahari makin lama makin panas. Terlihat banyak orang yang lalu-lalang di depan gerbang kampus itu. Salah satu perguruan tinggi Islam ternama di Makassar.
Di sana-sini nampak wajah-wajah lugu nan polos. Seakan mereka bingung dengan suasana alam yang baru bagi mereka. Maklumlah baru pada tahap transisi. Dari dunia pelajar melangkah ke dunia mahasiswa. Sangat berbeda. Begitu kompleks. Di alam mahasiswalah mereka ditempa menjadi seorang yang harus mengedepankan logika tanpa mengesampingkan agama. Intelektualitas ditonjolkan dibanding hedonisme.
Masyarakat kampus yang begitu kompleks membuat Agus kebingungan. Tak tau arah. Ke mana kakak seniornya memanggil, ke sana ia melangkah. Apa yang diperintahkan, itu pula yang dilakukan. Sungguh penurut. Padahal semasa sekolah, dia adalah jawara sekolah. Preman yang ditakuti dan disegani sesamanya siswa. Selain kuat dan nakal, dia juga cerdas dan pintar. Dia juga seorang mantan santri. Dia masuk pesantren saat tamat sekolah dasar. Namun Cuma tiga tahun. Sempat tamat madrasah Tsanawiyah. Lalu melanjutkan ke sekolah umum.
Agus semasa di madrasah, dia hafal hadits ARBAIN separuh. Dia mendownload filenya di internet. Maklum dia anak orang kaya. Dia kuasai komputer. Bisa didownload filenya di sini.
Pagi itu, Agus dengan sikap lugunya bertekad ingin bermanfaat bagi sesamanya. Terlepas caranya nanti seperti apa. Yang jelasnya dia tidak mau menjadi mahasiswa penganut hedonisme. Harus menjadi mahasiswa akademis organisatoris. Walau rada-rada sulit dicapai. Tapi itulah kesimpulannya. Dari sekian banyak cerita dari seniornya. Akhirnya berkesimpulan untuk menjadi akademis dan sekaligus aktif organisasi.
“Dek… kamu itu jangan Cuma kuliah saja kamu kerja. Nanti kamu jadi mahasiswa 3K”. jelas salah satu seniornya.
“Apa itu kak?”.
“Kost, Kampus, Kampung. Na kalau kamu begitu apa yang akan kamu dapat. Pengetahuan itu didapatkan tujuh puluh lima persen di luar kampus. Hanya dua puluh lima persen yang kamu dapat dari kuliah. Coba kamu pikir! Dosen Cuma masuk duduk lalu ceramah dan memberi tugas. Sudah itu keluar. Selesai…! Untung kalau ada yang tinggal di otakmu. Iya kan? Makanya ikut organisasi dong. Kajian bersama teman-teman. Kan enak. Ikut saja pada organisasiku. Pokoknya kita kajian”.
Seniornya panjang lebar menstimulus dan ujung-ujungnya mengajak ikut pada golongannya. Senior itu berhasi meramu pikirannya. Agus tertarik. Lalu dia pun ikut dikader. Perdebatan sengit antara pemateri dan peserta yang semuanya mahasiswa baru berlangsung heboh.
Dalam kajian itu mereka mencari kebenaran dari agama yang mereka anut. Pemateri berperan sebagai orang kristen mempertahankan dan memaki-maki Islam habis-habisan. Dialog itu seputar kebenaran tirmitas dalam dogam umat kristiani.
Mendengar hal itu, semua peserta membantah dengan segala argumentasinya. Agus pun tak mau kalah. Sebagai umat Islam, dia tak rela agamanya dianggap sesat. Dia pun mengambil referensi dari yang pernah dibacanya. Baca di sini
Pemateri itu sempat terkagum-kagum dengan segala argumentasi Agus yang dikeluarkan. Tapi pemateri pun tak mau kalah. Dia selalu membawa lari dari masalah jika argumentasinya terbantahkan. Biasa… senior tak mau kalah. Malu..
Mulai malam itulah, Agus ditambah penasaran oleh materi-materi yang mengandalkan argumentasi yang logis. Dia mulai menjajaki segala ruang untuk mencari referensi untuk memperkuat argumentasinya. Memperbanyak dan memperluas wawasan berfikir(***)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati